,

BBKK Soekarno Hatta Paparkan Pengalaman Penanganan Pandemi di Pintu Masuk Negara dalam Webinar FKKMK UGM

Yogyakarta, 16 April 2025 – Pandemi COVID-19 telah menjadi momen penting yang menguji kesiapan dan ketangguhan sistem kesehatan masyarakat global. Salah satu aspek yang krusial dalam respons terhadap pandemi adalah pengelolaan Points of Entry (PoE) atau pintu masuk negara, seperti bandara, pelabuhan, dan perbatasan darat. Isu ini menjadi pokok bahasan dalam webinar bertajuk “Manajemen Kekarantinaan Kesehatan di Pintu Masuk Negara: Pembelajaran dari Pandemi COVID-19 dan Kesiapan Menghadapi Ancaman Ke Depan” yang diselenggarakan secara daring oleh Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat, FK-KMK UGM, pada 16 April 2025.

Webinar ini dimoderatori oleh dr. Vicka Oktaria, MPH, PhD, FSRPH dan menghadirkan pembicara utama Naning Nugraheni, SKM, MKM, perwakilan dari Balai Besar Kekarantinaan Kesehatan (BBKK) Soekarno Hatta. Dalam paparannya, Naning membagikan pengalaman BBKK dalam menghadapi pandemi, termasuk transformasi kelembagaan dari Kantor Kesehatan Pelabuhan menjadi BBKK sejak 1 Januari 2024.

BBKK Soekarno Hatta memiliki peran vital sebagai garda terdepan dalam mencegah masuk dan keluarnya penyakit menular melalui jalur transportasi udara. Saat pandemi COVID-19, BBKK menerapkan berbagai kebijakan dan protokol kesehatan, seperti penggunaan aplikasi ORE, pemeriksaan suhu tubuh, rapid test, PCR, serta skrining dan karantina di Wisma Atlet bagi pelaku perjalanan yang terdeteksi positif. Alur pengawasan juga mencakup validasi dokumen kesehatan dan pelaporan melalui sistem daring.

Naning menegaskan bahwa BBKK memiliki lima tim kerja dan sembilan instalasi penunjang yang menangani berbagai aspek, mulai dari surveilans, pengawasan alat angkut, hingga layanan vaksinasi internasional dan pengelolaan limbah medis. Selain itu, terdapat empat wilayah kerja (wilker) utama di Bandara Soekarno Hatta, termasuk Terminal 1, 2, 3, dan Bandara Halim Perdanakusuma, serta 15 titik pengawasan yang aktif saat pandemi.

Dalam konteks sejarah kekarantinaan, Naning menyoroti pentingnya kerangka hukum nasional dan internasional, seperti International Health Regulations (IHR) 2005 dan UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, yang menjadi dasar penanganan pandemi di Indonesia. Ia juga menekankan bahwa kesiapan Indonesia sudah dimulai sejak tahun 2008 melalui berbagai simulasi dan pelatihan.

“Pemikiran pemimpin kita sudah sangat maju dalam mempersiapkan sistem respons di pintu masuk negara,” ujarnya. “Kolaborasi dengan pemerintah daerah, dinas kesehatan, dan berbagai stakeholder menjadi kunci dalam mendeteksi, merespons, dan menanggulangi potensi penyebaran penyakit dari wilayah internasional ke domestik.”

Naning juga membahas tantangan pada masa transisi pandemi ke endemi, termasuk kebutuhan akan kebijakan yang fleksibel namun berbasis data, serta pentingnya interpretasi kebijakan yang konsisten di lapangan agar tidak menimbulkan potensi konflik.

Webinar ini menjadi refleksi penting terhadap pelajaran dari pandemi COVID-19, sekaligus mendorong diskusi mengenai kesiapan menghadapi ancaman kesehatan global di masa depan. Kegiatan ini juga sejalan dengan pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya Tujuan 3 (Kehidupan Sehat dan Sejahtera), dengan memperkuat sistem ketahanan kesehatan melalui pendekatan lintas sektor dan berbasis bukti.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.